AKU DAN JAKARTA
[AKU DAN JAKARTA]
“Wah, sudah pagi lagi.
Saatnya bekerja” ucapku setiap pagi di hari kerja. Hampir tiga tahun lamanya
aku berkutat dengan keramaian ibu kota. Bangun tidur yang biasanya diiringi
cuitan burung-burung berterbangan dan dinginnya udara desa, kini diiringi
dengan kerasnya klakson kendaraan berlalu lalang berebut jalan. Apakah aku
pernah terpikirkan sebelumnya akan singgah di tempat ini untuk waktu yang tak
tau akan berapa lama? Jawabannya, tentu saja tidak.
Awalnya terasa berat.
Rutinitas yang sungguh berbeda dari bangun tidur hingga tidur lagi. Karakter
orang-orang yang sangat berbeda. Citarasa masakan yang agak berbeda antara Betawi dan jawa. Terlebih dengan
terbawa mindset kebanyakan orang desa terhadap ibu kota “lo lo, gue gue”
membuat aku pun seakan ngejudge pada diri sendiri “Apakah aku bisa?”. Jawaban
dari pertanyaanku pada diri sendiri hari demi hari mulai terjawab. Yang awalnya
memang menguras otak untuk overthinking
pada akhirnnya bisa dijalani dengan mengalir. Karena semua itu dengan adaptasi.
Ya, aku mencoba untuk beradaptasi dengan lingkungan baru ini. Mencoba untuk
lebih bisa membaur dengan keramaian ibu kota. Tidak bisa dipungkiri, kadang
merasa kesal, tak jarang juga sangat rindu kampung halaman. Menangis dipojok
kamar, melihat google maps sambil
berkhayal terbang menuju rumah.
Setelah sekian tahun membaur,
aku tersadar, ternyata Jakarta itu tempat yang unik. Kenapa? Karena disini aku
bisa mengenal orang-orang dari berbagai penjuru Indonesia. Bahkan hanya di
kosan saja penghuninya sudah beraneka budaya. Lewat silaturahim antar penghuni
kos kami biasanya saling bertukar makanan. Entah itu makanan oleh-oleh khas
daerah atau masakan khas daerah yang dibuat sendiri di kosan. Banyak belajar
juga dari cerita teman-teman antar daerah dan dari latar belakang yang berbeda. Disini aku belajar untuk lebih mandiri untuk bisa bertahan hidup bersama orang-orang yang tak pernah ku kenal sebelumnya. Jakarta juga tempatnya harapan hidup sebagian orang. Seperti aku yang
menggantungkan Jakarta untuk bekerja dan demi masa depan, ada juga yang
menggantungkan Jakarta untuk menuntut ilmu, berwirausaha, dan berbagai
aktivitas lainnya.
Hari demi hari dilalui, alhamdulillah aku semakin bisa berdamai dengan diri sendiri. Aku sadar bahwa ini
adalah Anugerah Terindah dari Tuhan. Karena disini juga bagian dari pengalaman
hidup. Karena kita tak pernah tau akan ada hal indah apa yang Allah Swt siapkan
untuk taraf hidup kita selanjutnya. Dengan dipertemukannya aku dengan
orang-orang baru yang berbeda budaya ini, memiliki sifat yang berbeda, aku mencoba menerima semuanya. Karena kita tau bahwa
tidak semua orang hadir di hidup kita sebagai anugrah, ada juga mereka yang
hadir sebagai pelajaran.
Semoga, aku dan Jakarta akan lebih menyatu dan bersahabat lagi untuk sisa waktu berapa tahun yang aku pun tak tau. Entah sampai kapan aku harus berpijak di Jakarta ini, aku harap Jakarta selalu baik-baik saja. Untuk aku yang terkadang masih kesal akan semua ini, yakinlah akan selalu ada harapan yang terbaik untuk dirimu. Allah swt tidak pernah tidur, tetaplah berdoa meminta yang terbaik untukmu menurut-Nya. Dia (Allah) selalu Bersama kita, dimanapun kita berada. (Q.S 57:4)
Komentar
Posting Komentar